Halo teman, selamat datang di lembar coretan-coretan kecil dari sang pemimpi kecil. ^_^

Minggu, 02 Februari 2014

Coretan Kecil 1

Mmmm, selamat malam teman. Entah kenapa rasanya pengen nulis lagi kayak jaman sekolah dulu. Aku beri nama Coretan Kecil 1 karena setelah itu akan ada coretan-coretan kecil lain dari sang pemimpi kecil ini.

Ya, hanya sebagai unek-unek saja tentang apa yang aku alami. Dan malam ini ku coba tuang coretan kecil ini ditemani secangkir kopi buatan ibu serta lagu dari pitball yang berjudul ibu. 

Kebetulan saat ini aku sedang pulang kampung untuk liburan semester ganjil, mencoba santai sejenak dari segala rutinitas di tanah rantau.

**
Dimalam yang syahdu ini tiba-tiba pikiranku menerawang jauh kemasa lalu. Masa dimana saat itu aku bangga bisa menghitung satu sampai sepuluh. Masa dimana dengan bangga ku kenakan seragam 2 warna ibu pertiwi. Masa dimana yang ku tahu hanyalah tertawa, tanpa mengenal peliknya hidup. Masa dimana tubuh kecil ini dapat bergelayut manja pada lengan kokoh yang selalu memberikan yang terbaik untuk keluarga sederhana ini.

Ibu. Saat menulis coretan ini, ibu sedang tertidur di ruangan kecil kami. Melepas penat sejenak dari problematika hidup yang dialami. Aku pandangi raut wajah yang lelah itu. Waktu telah mengubah semuanya. Senyuman itu memang tak pernah hilang, tapi sedikit demi sedikit gurat renta jelas terpancar dari sosoknya. Diusianya yang semakin menua, ibu tetap perkasa. Bekerja keras banting tulang dari pagi hingga petang, demi anak-anaknya agar bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Ibu, sosok yang tak pernah mengeluh hadapi derita dan duka. Bagiku ibu adalah perempuan terindah. Ibu adalah perempuan terhebat. Ibu adalah perempuan terkuat. Ibu adalah perempuan nomer satu dihatiku.

Aku. Saat menulis coretan ini, aku masih belum menjadi apa-apa. Itu yang ada dalam benakku. Dan itu memang kenyataannya sekarang. Aku yang masih merengek akan recehan dari hasil jerih payah ibu. Aku yang belum sepenuhnya mandiri dijenjang kehidupanku yang sudah memasuki kepala dua. Aku yang sering membentak setiap ada nasihat ibu yang dirasa kurang cocok dengan keadaanku.

**
Obrolan hangat disuatu senja..

Aku : "Ibu, kalau sudah lulus kuliah nanti aku langsung cari kerja saja bu. Aku nggak mau lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Aku malu nyusahin ibu terus."
Ibu : "Hmm.. Nggak nyangka, padahal rasanya masih kemarin lho ibu gendong tubuh kecil kamu yang suka rewel saat tengah malam. Rasanya masih kemarin ibu mengantar kamu pergi dihari pertamamu bersekolah. Eh, sekarang sudah mau kerja saja. Sudahlah nak, kamu jangan mikir berat kalau soal biaya. Kamu fokus saja sama studimu, biar nanti bisa banggain keluarga. Anak kecil ibu yang dulu masih ingusan sekarang sudah besar ya rupanya."
Aku : "Tapi bu, sudah saatnya bapak sama ibu tenang menikmati masa tua. Sudah bukan waktunya kerja keras lagi untuk aku. Aku sudah besar dan dewasa, sudah saatnya mandiri dari ibu."
Ibu : "Nak, asal kamu tahu kalau nggak ada kata letih dari orang tua jika yang dilakukan itu untuk anaknya. Jadi ibu sama bapak bakalan kerja keras bagaimanapun caranya asalkan kamu bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Setinggi impian kamu saat kecil dulu. Dan ingat satu lagi, orang tua itu adalah cinta yang takkan pernah ada kata putus."


Sejenak aku terdiam mendengar perkataan ibu. Memang ada benarnya sih, orang tua bakal melakukan apapun demi anaknya. Tapi sebagai anak, aku juga harus tahu diri dimana usia sepertiku sudah saatnya membahagiakan mereka dengan jerih payahku sendiri. Bukan malah bergantung dan menyusahkan beliau terus.
Selain ibu, juga ada 2 sosok yang paling berjasa dalam hidupku. Mereka adalah bapak dan kakak perempuanku. Bapak adalah panutanku dalam menghadapi kerasnya dunia. Karena bapak juga yang selalu memotivasiku sehingga bisa kuliah di ibukota provinsi ini, kota terbesar nomer dua se Indonesia. Setiap akan kembali ke tanah rantau, bapak selalu memelukku dan berbisik bahwa aku harus semangat belajar. "Kamu pasti bisa sampai S2 nak, kalau perlu sampai S3.", ujarnya.

Kakakku. Perempuan kedua dikeluargaku ini juga yang selalu memberi perhatian kepadaku setelah bapak dan ibu. Kakak yang selalu mewanti-wanti agar aku tidak tergerus oleh arus pergaulan modern saat ini. Kakak bahkan selalu menjadikan aku sosok panutan saat menceritakannya kepada anak-anaknya. Ah, terimakasih Tuhan sudah memberikan aku keluarga yang penuh kasih sayang ini.

**
Saat tulisan ini sudah memasuki fase akhir, masih ku tatap rona senja sosok yang menginspirasiku ini. Sesekali menggeliat, melemaskan otot yang sudah terforsir seharian ini. Ibu, yang terbangun tengah malam untuk bercerita kepada Tuhan dengan linang airmata. Ibu, yang selalu mengingatku disetiap hembusan nafasnya.

Ibu, selamat malam. Terimakasih atas semua jasa-jasa yang takkan mungkin terbalas ini.
Tanpa ibu, siapalah aku.

0 komentar:

Posting Komentar